Kamis, 24 Mei 2012

MUADZIN PERTAMA DALAM ISLAM

Siapa tak kenal Bilal bin Rabah. Ia merupakan muadzin pertama yang dimiliki umat Islam. Bilal juga termasuk golongan pertama yang masuk Islam atau tepatnya orang ketujuh yang masuk Islam pertama kali. Persentuhan Bilal dengan Islam dimulai ketika ia masih menjadi budak Umayyah. Perbincangan Umayyah dengan tamunya soal kehadiran agama baru yang dibawa Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam secara tak sengaja terdengar oleh Bilal. Meski belum mengenali Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam secara pribadi, namun Bilal telah sering mendengar sosoknya. Lelaki bersahaja dan juga jujur dari Bani Hasyim itu sangat dihormati oleh bangsa Quraisy. Seketika ketertarikan Bilal terhadap Islam dan ajaran yang dibawa Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam membuncah. Bilal pun segera menemui Abu Bakar yang sudah terlebih dahulu masuk Islam. Bilal meminta Abu Bakar untuk mengantarnya menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . Tak perlu waktu lama bagi Bilal untuk menyatakan keislamannya. Keimanan Bilal langsung diuji setelah bersyahadat. Jika Abu Bakar dan bangsawan Quraisy lainnya aman dari perlakuan kejam sesama bangsa Quraisy yang benci terhadap Islam, lain halnya dengan Bilal. Sebagai budak dari anggota suku Quraisy terkejam, Bilal dipaksa untuk keluar dari Islam dan kembali kepada agama nenek moyangnya yang menyembah berhala. Majikannya, Umayyah memaksa Bilal keluar dari Islam dengan segala cara. Pada siang yang terik, Bilal dipaksa memakai baju besi kemudian dikubur dalam pasir yang sangat panas hingga hanya kepalanya saja yang nampak. Ia pun sering dipaksa Umayyah untuk berbaring telentang di atas pasir yang sangat panas. Kemudian tubuh Bilal ditindih oleh batu yang sangat besar dan berat. Di lain waktu, Bilal diikat lehernya dan diseret ke kota Mekkah. Meski demikian, Bilal tetap bertahan seraya berucap “Ahad, Ahad.” Suatu kali, akibat penyiksaan yang luar biasa kejam ini, Bilal pingsan. Ketika ia sadar kembali, ia menghadapi teriakan Umayyah yang memaksanya untuk keluar dari Islam. Dengan kejam Umayyah mengancam akan membunuhnya dengan menyiksanya kecuali ia tidak mengakui Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai utusan Allah. Namun Bilal tetap kokoh dan bertahan dengan keyakinannya. Suatu hari, Abu Bakar berjalan melintasi tempat dimana Bilal sedang mengalami penyiksaan. Karena kasihan, Abu Bakar pun segera meminta Umayyah menjual Bilal kepadanya. Karena tak rela Bilal dimiliki Abu Bakar, Umayyah pun mematok harga yang sangat tinggi. Namun Abu Bakar tetap membayarnya. Bilal kemudian bekerja pada Abu Bakar. Namun kemudian ia berhenti dan memutuskan membantu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyebarkan ajaran Islam. Bilal juga menjadi pengawal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang senantiasa siap membela Rasul. Ketika Rasulullah pergi hijrah ke Madinah, Bilal termasuk yang ikut serta. Ia selalu menemani dan menjaga Rasulullah kemanapun, termasuk dalam setiap peperangan. Pada awalnya, untuk mengetahui jam shalat, umat Islam menjalankannya dengan terlebih dahulu menentukan waktu kemudian berkumpul untuk shalat. Semula terpikir untuk memanggil umat akan menggunakan terompet, namun Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri tidak menyukai ide ini karena orang Yahudi juga menggunakan cara yang sama. Akhirnya disepakati panggilan adzan ketika memasuki jam shalat dilakukan dengan tepukan tangan. Tak berapa lama kemudian, salah seorang sahabat, Abdullah bin Zaid datang menemui Rasulullah. Ia berkata bahwa ia bermimpi bertemu seorang pria yang menggunakan dua helai kain berwarna hijau seraya membawa bel. Dalam mimpi itu, Abdullah lalu menawarkan diri untuk membeli bel tersebut. Ketika pria itu bertanya untuk tujuan apa ia gunakan bel tersebut, Abdullah menyatakan bahwa bel itu akan ia gunakan untuk memanggil orang-orang untuk sholat. Namun pria itu menawarkan panggilan shalat yang lebih baik yaitu menyebutkan empat kali seruan “Allahu Akbar” lalu dua kali seruan “asyhadualla ilaaha illallah”, kemudian dua kali seruan “asyhadu Annamuhammadarrasulullah”, lalu dua kali seruan “hayya ‘alas sholah”, dua kali seruan “hayya ‘alal falah” lalu “Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallah”. gembira, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan bahwa itu itu adalah sebuah penglihatan baik. Rasulullah segera meminta Abdullah pergi menemui Bilal dan mengajarkan adzan tersebut padanya. Bilal dipilih sebagai muadzin karena ia memiliki suara indah dan keras, sehingga bisa menjangkau jarak yang jauh. Sejak saat itulah pertama kali adzan diperdengarkan di kota Madinah dan Bilal menjadi muadzinnya. Setiap usai melantunkan adzan, Bilal selalu berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata “Hayya alas-salah, hayya ‘alal-falaah (Mari kita Shalat, Mari dirikan kemenangan).” Ia berucap mengingatkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa telah masuk waktu shalat. Begitulah Bilal setiap kali ia usai melantunkan adzan. Bilal sangat menikmati perannya sebagai muadzin Rasul sampai kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam meninggal dunia. Meski semua umat Islam larut dalam kesedihan, mereka tidak melupakan kewajiban shalat. Karena itulah mereka meminta Bilal untuk kembali melantunkan adzan. Bilal pun bersiap mengumandangkan adzan pertamanya setelah wafatnya Rasul. Namun baru saja ia berucap “Allahu Akbar..” dan hendak mengucap nama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam , ia tidak kuasa menahan kesedihan. Bilal menangis terisak-isak sehingga ia tidak meneruskan adzannya. Ia lalu berkata bahwa ia tidak akan pernah lagi mengumandangkan adzan. Bilal meminta Abu Bakar yang menjadi khalifah, untuk membiarkannya pergi Suriah. Bilal kemudian menetap di kota Damaskus hingga akhir hidupnya. Setelah wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam , Bilal hanya melantunkan adzan dua kali. Pertama ketika Umar bin Khattab datang ke Damaskus. Sementara yang kedua ketika ia mengunjungi makam Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam di Madinah. Mendengar suaranya, semua yang hadir menangis karena teringat masa Rasulullah masih ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar